Selasa, 15 Desember 2009

BIKIN TAYANGAN TV YANG MENGHIBUR SEKALIGUS MENDIDIK, ”BISA ENGGAK, YA?”

Oleh:
Diyanti Sholifiany

Sobat-sobat sekalian!
Ketika kita merasa bete sehabis ngebut belajar, kita tentu perlu rileks sejenak untuk mengendurkan urat-urat yang tegang. Apa yang bisa kita lakukan? Tentu banyak cara. Nonton acara TV kesayangan mungkin salah-satunya. Dengan semakin banyaknya stasiun TV, beragam tayangan pun siap menghibur kita. Kita tinggal pilih saja, mau sinetron, musik, infotainment atau realty show.
Menikmati tayangan TV sebagai sarana hiburan tentu boleh-boleh saja. Masalahnya, apakah kita cukup memperlakukan tayangan-tayangan tersebut sebagai hiburan semata-mata dengan mengabaikan aspek edukatifnya? Pertanyaan ini penting mengingat kehadiran si “kotak kaca ajaib” ini di tengah-tengah masyarakat sudah sangat meluas. Karena itu, kehadiran berbagai tayangan ini sedikit banyaknya telah memberi andil bagi baik-buruknya perilaku hidup masyarakat.
Agar dapat memberi dampak positif, tayangan TV idealnya dikemas sebagai sarana hiburan dengan tidak mengabaikan aspek edukatifnya. Penekanan tayangan TV sebagai sarana hiburan tetap penting mengingat motif sebagai besar orang nongkrong di depan TV memang untuk mencari hiburan guna melupakan rutinitas kehidupan barang sejenak. Namun, alangkah lebih baik lagi jika tayangan-tayangan itu pun bisa memberikan pencerahan jiwa kepada khalayak pemirsanya. Artinya, selain menghibur, tayangan-tayangan tersebut bisa membuat khalayak pemirsanya bersikap lebih cerdas, lebih arif dan sebagainya.
Masalahnya, sebagian besar tayangan yang ada saat ini justru memberikan efek sebaliknya. Tayangan-tayangan tersebut bukannya memberikan pencerahan jiwa, tetapi cenderung membuat khalayak pemirsanya menjauh dari nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Agar lebih jelas, mari kita tengok dua jenis tayangan TV yang saat ini paling menyedot perhatian khalayak, yaitu: infotainment dan sinetron.
Tayangan infotainment saat ini banyak mengungkap kehidupan pribadi para selebritis. Umumnya berkisar pada gosipan tentang kisah asmara, perkawinan, perceraian atau rebutan anak di kalangan selebritis tadi. Sebagai hiburan, tayangan seperti ini jelas sangat digemari pemirsa. Hal ini terbukti dari tingginya rating jenis tayangan ini. Masalahnya, perilaku para selebritis yang begitu mudah mengobral kawin-cerai seperti itu jelas tidak memberikan contoh baik kepada khalayak pemirsa mengenai pentingnya menjaga keutuhan sebuah keluarga.
Begitu pula dengan tayangan sinetron. Jenis tayangan ini memang banyak dinanti-nantikan setiap anggota keluarga. Bahkan tidak sedikit orang yang begitu kecanduan dengan sinetron tertentu sehingga tidak ingin melewatkan barang satu episode pun. Jelas, dari sisi hiburan, tayangan sinetron cukup berhasil menghibur khalayak pemirsa. Masalahnya, isi cerita sinetronnya sendiri umumnya masih jauh dari kesan mendidik. Bayangkan! Isi sinetron kita pada umumnya tidak jauh dari gambaran kehidupan sebuah keluarga kaya-raya yang dirongrong oleh orang-orang yang ingin menguasai hartanya. Segala cara pun dilakukan untuk menguasai harta keluarga kaya itu.
Tak ayal, jenis sinetron ini sering dibumbui dengan adegan kekerasan, pelecehan seksual, dan berbagai perilaku negatif lainnya. Meski akhirnya kebenaran yang menang, tapi itu hanya terjadi di ujung cerita. Selebihnya, khalayak pemirsa “dipaksa” untuk lebih banyak menyaksikan perilaku jahat tokoh antagonis dari cerita sinetron ini. Nah, apa jadinya jika khalayak pemirsa setiap harinya lebih banyak dijejali contoh-contoh perilaku jahat tokoh-tokoh antagonis tadi?
Pertanyaannya, di tengah-tengah maraknya berbagai tayangan TV yang kurang mendidik tadi, “Bisakah kita membuat tayangan yang menghibur sekaligus mendidik?” Jawabnya, sebenarnya bisa. Sineas kawakan seperti Dedi Mizwar, misalnya, telah membuktikannya. Dia mampu membuat sinetron-sinetron religi yang menurutku sangat mendidik. Tanpa perlu menayangkan siksa kubur secara vulgar pun, sinetron-sinetron Dedi Mizwar mampu menyampaikan pesan-pesan moralnya secara tepat kepada khalayak pemirsa.
Jadi, kalau mau sebenarnya para insan TV bisa membuat tayangan yang lebih bermutu di banding selama ini. Di sisi lain, khalayak pemirsa TV sendiri sudah selayaknya bersikap lebih cerdas dan selektif sehingga tidak membiarkan dirinya menjadi konsumen setia dari tayangan-tayangan yang tidak bermutu.
oo00oo
Bandung, 10 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar