Selasa, 25 Mei 2010

YUK, MENJADI WISATAWAN RAMAH LINGKUNGAN!















Oleh:
Diyanti Sholifiany

Berwisata kini semakin berkembang menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Keinginan untuk melepaskan diri sejenak dari rutinitas kehidupan modern merupakan salah-satu pendorong utama bagi masyarakat untuk pergi berwisata. Karena itu, tidak heran jika pada akhir pekan dan libur panjang tempat-tempat wisata penuh sesak oleh wisatawan.

Dari sisi sosial ekonomi, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berwisata jelas memberikan dampak positif pula. Berkembangnya usaha hotel, penginapan, rumah makan sampai penjualan oleh-oleh dan cenderamata, misalnya, telah menyebabkan perekonomian masyarakat setempat semakin bergairah.

Meskipun demikian, meningkatnya kesadaran berwisata ini sering tidak serta merta diikuti oleh kesadaran untuk melestarikan obyek wisata itu sendiri. Akibatnya, kini banyak obyek pariwisata yang terancam kelestarian dan keasriannya akibat dari perilaku wisatawan itu sendiri.

Demi memelihara kelestarian dan keasrian dari obyek-obyek wisata yang ada, sudah selayaknya peningkatan kesadaran berwisata tersebut diiringi pula dengan meningkatnya kesadaran tentang pentingnya melestarikan obyek-obyek wisata itu sendiri. Karena itu, menjadi wisatawan ramah lingkungan merupakan kesadaran yang harus ditanamkan pada setiap wisatawan.

Menjadi wisatawan ramah lingkungan sebenarnya tidak sulit. Berikut ini beberapa tip sederhana untuk menjadi wisatawan ramah lingkungan.

1. Hindari perilaku vandalisme
Ketika mengunjungi sebuah obyek wisata, wisatawan sering tergoda untuk mengabadikan identitas diri atau kelompoknya di lokasi wisata tersebut. Selama dilakukan dengan cara-cara yang tidak merusak lingkungan, hal itu tentu boleh-boleh saja, misalnya, sekadar mengambil foto atau melukis obyek-obyek yang ada di lokasi itu. Sayangnya, banyak wisatawan mengekpresikannya dengan cara-cara kurang terpuji dalam bentuk perilaku vandalisme. Perilaku tersebut dengan mudah ditemukan di berbagai obyek wisata seperti candi, gunung, pepohonan, karang, goa sampai jalanan. Obyek-obyek ini seringkali dipenuhi coretan-coretan yang dilakukan oleh tangan-tangan iseng. Bentuk vandalisme lainnya adalah memotong dahan, memetik bunga dan mengambil tumbuhan atau pepohonan.

2. Gunakan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan
Dengan alasan kenyamanan dan kepraktisan, wisatawan mungkin lebih senang pergi berwisata dengan menggunakan kendaraan bermotor pribadi ketimbang menggunakan angkutan umum terutama yang bersifat massal seperti bis atau kereta api. Alasan kenyamanan dan kepraktisan ini tentu bisa diterima. Masalahnya, jika setiap wisatawan berpikir seperti itu, maka obyek-obyek wisata akan semakin dipadati oleh kendaraan bermotor sehingga berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan kawasan wisata melalui asap dan kebisingan yang ditimbulkannya.

Semakin favorit obyek wisata tersebut, semakin tinggi pula tingkat pencemaran yang ditimbulkan. Itulah yang sedang terjadi pada beberapa kawasan wisata favorit seperti Puncak, Bandung-Lembang dan Kuta Bali. Kawasan-kawasan wisata kini mulai mulai tidak nyaman akibat dipadati kendaraan bermotor terutama pada waktu akhir pekan dan hari-hari libur. Nah, untuk mengurangi polusi asap dan kebisingan, mengapa kita tidak mengutamakan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan untuk berwisata, misalnya moda transportasi massal seperti bis atau kereta api, atau wisata jalan kaki dan bersepeda untuk jarak-jarak yang relatif dekat.

3. Jangan buang sampah sembarangan!

Menikmati aneka hidangan saat berwisata tentu saja sangat mengasyikan. Tapi, jangan lupa dengan sampah dan limbah yang dihasilkannya seperti bungkus makanan, daun pisang, tongkol dan daun buah jagung, kulit buah sampai kantung plastik dan kertas koran. Akibat keberadaan sampah-sampah tersebut, keindahan dan keasrian tempat wisata pun menjadi sangat terganggu. Membuang sampah pada tempatnya sebenarnya bukanlah hal yang sulit, tapi untuk menanamkan perilaku ini sehingga menjadi kebiasaan ternyata tidak gampang. Buktinya, masih banyak wisatawan yang masih seenaknya untuk membuang sampah yang dihasilkannya.

4. Hemat-hematlah menggunakan energi!

Menginap di hotel atau penginapan seringkali menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan berwisata. Nah, meskipun kita telah membayar ongkos hotel dan penginapan, namun tidak berarti kita bisa seenaknya menghambur-hamburkan fasilitas yang disediakan hotel dan penginapan tersebut. Misalnya dalam hal pemakaian energi listrik. Merasa bahwa mereka sudah membayar biaya hotel dan penginapan atau merasa bahwa hotel dan penginapan tersebut bukan rumahnya sendiri, banyak wisatawan yang cenderung boros dalam menggunakan energi listrik. Contohnya, menyalakan lampu dan AC ketika tidak digunakan atau keluar ruangan. Beberapa hotel besar umumnya sudah dilengkapi alat penghemat energi di kamar-kamar hotelnya. Misalnya lampu dan peralatan listrik akan mati secara otomatis ketika penghuni ke luar ruangan. Namun, banyak pula penginapan yang belum dilengkapi peralatan itu. Mereka umumnya adalah hotel-hotel kelas melati.

Jadi, menjadi wisatawan yang ramah lingkungan itu bukan hal yang sulit, bukan? Kalau begitu, kenapa tidak dimulai dari sekarang?

oo000oo
Bandung, 25 Mei 2010

link to iatmi-cirebon

Kamis, 20 Mei 2010

Message Received
Oleh: Diyanti Sholifiany

Malam itu...
Mataku seakan enggan menutup. Tak ada rasa ngantuk. Apalagi niat untuk tidur. Yang ada hanyalah suara kodok yang saling bersahutan satu sama lain. Hanya ditemani bantal dan guling. Tanpa satu kata pun. Huuuhh...
Aku masih bingung. Masih saja belum punya ide untuk sebuah cerita. Entahlah..??. Takut rasa malas itu datang dan rasa ngantuk mulai menghampiri.
Tapi...
Teringat masa-masa SMP. Kala itu kelas 9 SMP. Masa-masa menjelang UN. Guruku berkata, “ Dulu keluarga bapak termasuk keluarga terhormat dan terpandang. Orang tua bapak dua-duanya pengusaha. Suatu saat mereka berdua dibohongi oleh rekan kerjanya. Harta kekayaan keluarga bapak pun seketika habis. Padahal dulu mah semua keinginan bapak selalu dikabulkan oleh orang tua. Misalnya jika bapak minta beli sepatu pasti hari itu juga dibelikan. Sekolah pun diantar supir. Keadaan yang jauh berbeda. Ketika kehidupan mereka serba terbatas. Bapak kala itu pindah ke kota lain untuk tinggal sama saudara. Semua itu karena nekat. Untuk kehidupan yang lebih layak. Dengan kata lain bapak saat itu hidup dari belas kasihan orang, dan...”
Terdengar suara ...
“ Diyanti tidur sudah malam ”, teriak ibu dari kamar nya.
“ Iya bentar lagi ”, sahutku. Huh..Ku kira suara siapa?
Sekejap. Aku tertidur dan masuk ke dalam alam bawah sadar. Sebuah mimpi datang. Sama persis dengan khayalanku sebelum tidur. Mungkin semua itu lanjutannya. He..
“ Bapak saat itu untuk makan bersama saudara. Harus makan beras ketan yang dicampur satu gandu gula merah. Lalu diperbanyak airnya. Agar cukup sampai sore. Karena harga beras sangatlah mahal. Begitulah kehidupan sulit saat itu. Oia, ingat saat ingin berangkat sekolah. Karena tidak punya uang. Bapak berkata ke tukang angkotnya, uangnya ketinggalan, dompetnya hilang, dan masih banyak lagi. Semuanya dijalani dengan sabar. Kehidupan pun semakin membaik. ”
Pagi mulai datang. Sinar matahari mulai masuk dalam selubung jendela kamar. Rasanya mata sangat sulit dibuka. Masih ada hasrat untuk tidur. Pikiranku saat itu hanya tertuju pada HP yang berada di samping guling. Ternyata sudah ada satu buah “Message Received” dari guru SMP.
Isinya...
“ Dy, mau ga nulis cerita tentang perjalanan hidup anak yang dulunya bahagia. Punya kehidupan yang layak. Tapi semua itu jadi hilang ketika sebuah musibah yang menimpa keluarganya. Dia mau sekolah tapi harta kekayaannya habis. Hidupnya sekarang dari belas kasihan orang. ”
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa bisa sama. Dengan mimpi dan khayalanku semalam. Sangatlah ajaib. Entahlah...?. Trimakasih Tuhan. Haha..
***
Teman Seperti Apa
Oleh: Diyanti Sholifiany
Lama aku renungkan
Apa arti sebuah pertemanan
Mereka menjawab
Dia selalu ada buatku

Aku pun bertanya pada mereka
Teman seperti apa yang kalian inginkan?
Mereka menjawab
Baik, pengertian, dan tidak egois

Lalu ...
Seorang anak bertanya ke ibunya
“Teman seperti apa yang baik itu, Bu?”
“Tentunya yang tidak menjerumuskanmu, anakku”, jawabnya

O, benarkah semua itu?
Ketika melihat seorang temanku
Merintih kesakitan tanpa ada yang peduli
Pecundang
Oleh: Diyanti Sholifiany

Yang ini merasa benar
Yang itu tidak mau kalah
Lantas siapa benar?
Berani membela kebenaran
Bukannya berani untuk menutupi kebenaran

Pemimpin kebenaran pun bingung
Menentukan siapa yang benar
Dan mencari sang pecundang
Karena mereka masih saja bungkam

Walau pahit untuk di katakan
Meski harus menanggung malu
Tapi, kebenaran harus terungkap
Kejahatan harus di basmi

Wahai manusia pecundang, jujurlah!
Teknologi
Oleh: Diyanti Sholifiany
Dulu...
Aku menulis di kertas kusam
Aku berhitung dengan bantuan lidi
Dan untuk PR Inggrisku
Aku harus membaca kamus tebal

Kini ...
Semua itu tak perlu lagi kulakukan
Karena teknologi t’lah memanjakanku
Mengambil alih semua pekerjaan itu
Hanya dalam hitungan detik

Teknologi memang berkah
Lalu aku bertanya?
Kalau teknologi telah melakukan itu semua
Apalagi yang perlu kulakukan ?

Mungkin aku terlalu naif
Merasa rendah diri berhadapan teknologi
Yang t’lah merebut semua itu dari tanganku
Kemanakah Mereka?
Oleh : Diyanti Sholifiany

Di hamparan sawah ini
Bulir-bulir padi kuning bernasi tak lagi tampak
Suara kodok pun tak lagi bersahutan
Belut dan satwa-satwa lain
Seakan enggan menampakkan diri

Kemanakah mereka gerangan?
Mungkin mereka tak lagi betah
Atau bahkan t’lah musnah
Disapu limbah dari pabrik-pabrik yang berdiri megah
Di seberang sana

Mereka juga makhluk Ciptaan Tuhan
Yang ingin mengecap indahnya hidup
Kawan ...

Sabtu, 20 Maret 2010

“PAMAN GOOGLE” PUN FASIH BERBAHASA INDONESIA! Oleh: Diyanti Sholifiany

Para sobat Mudaers,
Memiliki kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris di zaman sekarang ini kayaknya nggak bisa ditawar-tawar lagi. Soalnya, bagaimana kita bisa bersaing di dunia kerja? Coba saja perhatikan iklan-iklan lowongan kerja di koran! Dari berbagai syarat yang diminta, syarat “Menguasai Bahasa Inggris Secara Lisan dan Tulisan” selalu saja nongol.
Karena itu, wajar juga sih kalau masyarakat berlomba-lomba meningkatkan kemampuan bahasa asingnya. Bahkan, banyak orangtua yang menyiapkan anaknya sejak dini untuk ber-cas-cis-cus dengan bahasa asing. Tak heran, lembaga-lembaga kursus bahasa asing pun menjamur dimana-mana.
Kelirukah? Nggak juga sih. Bahkan itu harus didukung. Soalnya, itu kan cara untuk meningkatkan kualitas SDM-juga. Cuma saja, lebih bagus lagi kalau semangat yang sama diterapkan pada bahasa nasional kita sendiri, bahasa Indonesia. Soalnya, banyak orang merasa malu alias minder jika kemampuan bahasa Inggris-nya berantakan. Anehnya, mereka tenang-tenang saja kalau kemampuan bahasa Indonesia-nya amburadul!
Di sekolah, contohnya, banyak siswa yang menganggap pelajaran bahasa Indonesia kurang penting. Ada anggapan buat apa harus serius-serius banget belajar bahasa Indonesia. Toh, bahasa ini kan sudah digunakan sebagai bahasa sehari-hari? Soal nilai? Tenang saja. Jarang-jarang kok nilai pelajaran bahasa Indonesia yang jeblok. Bisa jadi itu karena kepandaian siswa sendiri atau karena kebaikan sang guru.
Begitu juga yang terjadi di masyarakat. Entah nggak tahu atau sengaja, banyak orang mengabaikan kaidah-kaidah baku dalam berbahasa Indonesia. Akibatnya, masyarakat sepertinya lebih akrab dengan bahasa Indonesia pasaran ketimbang yang baku. Sedihnya, ketika kita jadi tuan rumah perhelatan-perhelatan internasional, bahasa Indonesia hanya diperlakukan sebagai bahasa kedua, ... atau bahkan tidak diperlukan sama sekali!
Nah, apakah ini pertanda masyarakat kita nggak bangga lagi dengan bahasa nasionalnya sendiri? Mungkin juga sih! Tapi, kalau mau berpikir jernih, sebenarnya tidak alasan bagi kita untuk tidak bangga dengan bahasa nasional kita sendiri. Yang jelas, bahasa Indonesia telah memberikan sumbangsih sangat besar dalam mempersatukan bangsa kita yang sangat majemuk ini.
Melihat pengalaman bangsa lain, nggak gampang lho mewujudkan bahasa nasional itu! India, misalnya, sampai saat ini masih belum mampu mewujudkan bahasa persatuan nasionalnya meskipun negara ini memiliki bahasa Hindi dan Tamil.
Begitu juga Filipina. Memang, negara ini punya bahasa nasional, yaitu bahasa Filipino. Sayangnya, bahasa ini sulit berkembang karena kalah bersaing dengan bahasa Inggris. Akibat lebih jauh, negeri ini terancam identitas kebangsaannya. Nah, lho!
Jadi, sepantasnyalah kita bersyukur karena memiliki bahasa nasional yang mampu mempersatukan bangsa ini. Bahkan, dalam pergaulan internasional saat ini, bahasa Indonesia semakin mendapat tempat terhormat. Dalam Harian Kompas Edisi Rabu, 29 Oktober 2008, misalnya, diberitakan bahwa bahasa Indonesia kini dipelajari di lebih dari 45 negara. Mau tahu negara-negara itu? Beberapa diantaranya adalah Australia, Amerika Serikat, Kanada, Vietnam, Jepang, Korea, RRC, Rusia, Perancis, Ceko, Belanda, Polandia dan Mesir.
Di Australia, bahasa Indonesia kini menjadi bahasa keempat terpopuler setelah bahasa Inggris, Mandarin dan Jepang. Sekitar 500 sekolah di negeri Kanguru ini juga telah mengajarkan bahasa Indonesia. Bahkan, banyak murid kelas enam SD yang sudah mahir berbahasa Indonesia.
Di Vietnam, belum lama ini Pemerintah Kota Ho Chi Minh resmi mengumumkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di kota ini. Itu artinya kedudukan bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa Inggris, Prancis dan Jepang, yaitu sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan.
Simak pula komentar Kyoko Funada, seorang pakar bahasa Indonesia berkebangsaan Jepang. Menurut Kyoko, bahasa Indonesia sekarang sudah maju dan modern. Lebih modern dibandingkan dengan bahasa Malaysia atau bahasa Brunei. Kemajuan ini, katanya, tidak lepas dari kerja keras para ahli bahasa Indonesia sejak awal kemerdekaan dulu untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern.
Perkembangan lain yang tidak kalah menarik adalah semakin meningkatnya popularitas bahasa Indonesia di jagat internet. Dalam situs Wikipedia, misalnya, Wikipedia Indonesia bertengger di peringkat ke-26 dari 250 Wikipedia berbahasa asing seluruh dunia. Di tingkat Asia, Wikipedia Indonesia berada di peringkat tiga, setelah Jepang dan Mandarin.
Bagi para Mudaers yang hobi nge-blog, pasti tidak asing lagi dengan WordPress. Nah, menurut yang empunya situs ini, Matt Mullenweg, penggunaan bahasa Indonesia untuk posting-posting WordPress ternyata menduduki urutan ketiga setelah bahasa Inggris dan Spanyol.
Raksasa mesin pencari di internet seperti Google pun menyadari pentingnya bahasa Indonesia. Karena itu, situs ini telah memberikan layanan dalam bahasa Indonesia. Bahkan, secara resmi, Google telah meluncurkan situs penerjemahan bahasa Indonesia di situsnya itu. Seakan tak mau ketinggalan, langkah “Paman Google” ini diikuti pula oleh situs-situs populer lainnya seperti Yahoo! dan Facebook.
Karena itu, tampilnya bahasa Indonesia menjadi salah-satu bahasa resmi dunia tinggal nunggu waktu saja. Syarat-syaratnya sebenarnya sudah mendukung, antara lain: bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar bagi lebih dari 200 juta penduduk; bentuk dan strukturnya sederhana; menyerap secara bebas unsur dan istilah bahasa asing; mampu digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan serta merupakan mata ajaran wajib di sekolah.
Nah, melihat berbagai perkembangan di atas, masih juga kita meremehkan bahasa nasional kita sendiri? Padahal, bahasa ini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjalanan bangsa sekaligus terus berkembang sebagai bahasa internasional sejajar dengan bahasa-bahasa lainnya. Semoga saja tidak!
oo00oo
Bandung, 15 February 2010

Cinta Sejati By: Diyanti Sholifiany

Cinta sejati…
Kata orang itu ada
Kata orang itu indah
Kata orang harus diperjuangkan

Tapi …
Tidak untukku…
Cinta sejatiku hanya untuk Allah SWT

Tetapi …
Cinta sejatiku di dunia
Hanya untuk nya

Lalu aku bertanya-tanya
Dimana dia dan siapa dia?

Semoga kelak aku dapat menemukannya

Hanya untuk Negeriku Tercinta By: Diyanti Sholifiany

Keberanianku membara
Membuatku mampu tunjukkan Bahasa Negeri
Dengan meretas asa
Kelak bisa menjadi primadona

Merekahkan diriku
Untuk sebuah kreativitas
Bukan untuk pujian semata
Tapi untuk mengharumkan nama bangsaku
Di mata dunia

Bias sinar mentari sore
Menyapu layangan Kagatiku di udara
Sungguh senang rasanya
Para wisatawan terpesona melihatnya

Sabtu, 30 Januari 2010

Bianglala Kehidupan Negeriku Indonesia Oleh: Diyanti Sholifiany

Warna-warni kehidupan
Sinar mentari menyinari negeriku
Burung-burung berterbangan

Tak hanya itu
Negeriku ini juga ramai akan budaya nilai luhur
Beraneka alunan lagu daerah beserta alat musiknya
Beragam bahasa daerah
Menghiasi indahnya pulau-pulau negeri

Syukuri atas semua karunia Tuhan
Junjung semua nilai luhur
Lestarikan budaya agar tidak pudar

Pasti tak kan ada konflik
Tak kan ada perpecahan
Tak ada lagi yang menjajah

Karena untuk menyongsong masa depan
Demi kehidupan anak cucu yang lebih memukau
Dan negeri ini tak akan pernah sepi budaya

Sabtu, 23 Januari 2010

ANDAI KE SEKOLAH TAK BERSERAGAM

Oleh:
Diyanti Sholifiany

Belajar adalah kewajiban pokok seorang siswa. Belajar sebenarnya tidak mengenal tempat. Artinya, dimana pun kita bisa belajar. Tapi, bagi kita sebagai siswa, sekolah tetap sebagai tempat belajar yang utama. Karena itu, sebagian besar waktu kita dihabiskan di sekolah.
Memakai seragam sekolah adalah salah-satu kewajiban kita sebagai siswa. Banyak manfaat yang dipetik dengan adanya keharusan memakai seragam sekolah. Manfaat itu diantaranya: untuk menentukan identitas sekolah; menciptakan kedisiplinan; membentuk kerapian; menampakkan keindahan; menciptakan kebersamaan; memperkecil kesenjangan; memudahkan pemantauan dan masih banyak lagi.
Meskipun demikian, pemakaian seragam sekolah saat ini tak urung menuai banyak kritik. Yang jelas, pengadaan seragam sekolah menjadi beban tambahan bagi orangtua siswa khususnya yang kurang mampu. Soalnya, biaya seragam ini tidak bisa dikatakan murah. Selain itu, kita juga sering disibukkan dengan urusan seragam. Misalnya, gara-gara seragam kotor, masih basah atau terselip kita tidak dapat berangkat sekolah. Itu kan jelas menggangu tugas pokok kita sendiri untuk belajar.
Karena adanya aspek-aspek negatif ini, ada usulan bahwa ketentuan pemakaian seragam sekolah dihapus saja. Alasannya, antara lain: untuk penghematan; mengurangi beban psikologis siswa; mengembangkan keterbukaan karena siswa bisa tampil apa adanya serta memunculkan toleransi.
Tapi, menurutku usulan penghapusan seragam sekolah untuk saat ini nampaknya masih terlalu ekstrim. Bagaimanapun, banyak sisi positif dari pemakaian seragam sekolah ini. Meski demikian, kita pun tidak bisa menutup mata akan sisi negatifnya. Karena itu, aku mengusulkan jalan tengahnya, yaitu: ketentuan pemakaian seragam sekolah tetap berlaku tapi pada hari-hari tertentu saja, misalnya dari hari Senin sampai Kamis. Nah, pada hari Jumat dan Sabtu siswa diberikan kebebasan untuk tidak memakai seragam sekolah. Apa sih keuntungannya? Yang jelas cukup banyak, diantaranya:
• Mengurangi beban belanja seragam sekolah. Hal ini karena jenis seragam tidak perlu macam-macam. Dari tadinya tiga macam, misalnya, cukup menjadi satu macam saja.
• Siswa belajar memahami perbedaan. Seragam sekolah memang memperkecil jurang perbedaan antar siswa. Tapi, bersamaan dengan itu, para siswa pun harus belajar memahami perbedaan karena perbedaan adalah kenyataan sosial yang harus dihadapi. Bukanlah itu makna dari falsafah Bhineka Tunggal Ika.
• Siswa belajar untuk tampil beda. Dengan tidak berseragam para siswa belajar untuk tampil lebih percaya diri meskipun berbeda dengan lingkungan sekitarnya.
• Bebas dari baju seragam terutama di hari Sabtu dapat mengurangi kejenuhan para siswa yang sering dipusingkan dengan banyaknya pelajaran dan tugas-tugas sekolah.
Tapi perlu diingat bebas dari seragam sekolah tidak berarti bisa tampil seenaknya. Berpakaian bebas ke sekolah tetap harus memperhatikan batas-batas kesopanan dan kepantasan. Itulah pendapatku! Setuju?

oo00oo
Bandung, 12 Januari 2010